Hikmah, Wahyu Fadhilatul (2015) Riddah dalam pernikahan perspektif Imam Syafi'i dan Kompilasi Hukum Islam. Undergraduate thesis, IAIN Palangka Raya.
|
Text
Abstrak (WF).pdf Download (2MB) | Preview |
|
|
Text
BAB I (WF).pdf Download (343kB) | Preview |
|
|
Text
BAB II (WF).pdf Download (1MB) | Preview |
|
|
Text
BAB III (WF).pdf Download (170kB) | Preview |
|
|
Text
BAB V (WF).pdf Download (157kB) | Preview |
|
|
Text
DAFTAR PUSTAKA (WF).pdf Download (236kB) | Preview |
Abstract
Pendapat Imam Syafi'i bahwa apabila salah seorang suami atau istri murtad, status pernikahan mereeka mengalami masalah yang serius, sehingga bisa putus. Apabila belum terjadi dukhul, pernikahan itu seketika putus. jika telah dukhul, putusnya pernikahan itu ditangguhkan hingga habisnya masa iddah. Bila pihak yang murtad kembali muslim sebelum iddah berakhir, maka pernikahan tidak putus. Bila pihak yang murtad belum juga berislam hingga masa iddah berakhir, maka pernikahan pun putus. Kompilasi Hukum Islam ada dua pasal yang mengatur masalah riddah dalam pernikahan, yaitu Pasal 75 secara implisit menyebutkan riddah membatalkan pernikahan dan Pasal 116 (h) secara eksplisit tidak riddah sebagai salah satu alasan batalnya pernikahan melainkan sebagai alasan perceraia. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dasar pertimbangan Imam Syafi’i dan KHI dalam menentukan hukum riddah dalam pernikahan. Akibat hukum dari riddah dalam pernikahan dalam perspektif Imam Syafi’i dan KHI, serta tahapan-tahapan yang harus dilakukan jika terjadi riddah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dan kajian pustaka (library research) dengan menggunakan metode konten analisis. Jenis dan tipenya adalah deskriptif analitis yang akan disajikan secara deskriptif-deduktif.
Hasil penelitian ini adalah terdapat relevansi antara pemikiran Imam Syafi’i dengan KHI. Pasal 75 yang secara implisit menyebutkan perbuatan riddah menyebabkan batalnya pernikahan dan Pasal 116 KHI yang menyebutkan bahwa riddah sebagai alasan perceraian sesuai dengan pemikiran Imam Syafi’i yaitu bahwa riddah dalam pernikahan mengakibatkan putusnya pernikahan. Akibat hukum dari riddah dalam pernikahan perspektif Imam Syafi’i adalah pernikahan itu putus melalui fasakh, istri harus menjalani masa iddah, status anak dari pernikahan yang terjadi dari riddah dalam pernikahan tetap berstatus anak yang sah sehingga tetap benasab ke ayahnya dan tidak bisa saling mewarisi. Akibat hukum perspektif KHI adalah pernikahan putus karena perceraian. Mewajibkan istri beriddah dan status anaknya tetap menjadi anak yang sah sebagaimana status anak dari perceraian. Tahapan-tahapan jika terjadi riddah yaitu tahapan pertama, upaya memastikan jika riddah telah terjadi, dan tahapan kedua adalah upaya mengembalikan pihak murtad kembali ke Islam. Rekomendasi penulis agar peranan Negara diperkuat dan ditingkatkan dalam hukum pernikahan khususnya KHI untuk menertibkan warganya dalam pembinaan termasuk pemutusannya. KHI disempurnakan tentang riddah dalam perceraian diatur menjadi alasan pembatalan pernikahan, tidak hanya sebagai alasan perceraian saja. Menyederhanakan bahasa dalam pasal-pasal KHI tanpa adanya kata-kata yang mengarah kepada ketidakpastian hukum dan keragu-raguan.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1801 Law > 180128 Islamic Family Law > 18012801 Pernikahan (Secara Umum) |
Divisions: | Fakultas Syariah > Jurusan Syariah > Program Studi al-Akhwal al-Syakhshiyyah |
Depositing User: | usman usman usman |
Date Deposited: | 02 Aug 2016 01:45 |
Last Modified: | 02 Aug 2016 01:45 |
URI: | http://digilib.iain-palangkaraya.ac.id/id/eprint/27 |
Actions (login required)
View Item |