Kedudukan wali nasab dalam perspektif Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanafi

Junaidi, Junaidi (2008) Kedudukan wali nasab dalam perspektif Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanafi. Undergraduate thesis, IAIN Palangka Raya.

[img] Text
Junaidi - 0402110232.pdf

Download (12MB)

Abstract

Beranjak dari perbedaan pemahaman tentang kedudukan wali nasab antara mazhab Syafi'i dan mazhab Hanafi, maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep dan kedudukan wali nasab dalam perspektif mazhab Syafi'i, bagaimana konsep dan kedudukan wali nasab dalam perspektif mazhab Hanafi. bagaimana perbandingan pendapat antar kedua mazhab dalam kedudukan wali nasab, dan bagaimana relevansi pendapat kedua mazhab dengan UU No.1 Tahun 1974 dan KHI. Tujuan penelitian ini, yaitu (a) mengetahui konsep dan kedudukan wali nasab menurut perspektif mazhab Syafi'i; (b) mengetahui konsep dan kedudukan wali nasab menurut perspektif mazhab Hanafi; (c) mengetahui perbandingan antara kedua mazhab tentang kedudukan wali nasab; (d) mengetahui relevansi pendapat kedua mazhab dengan UU No.1 Tahun 1974 dan KHI.

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yang menggunakan metode deduktif, deskriptif dan komparatif. Teknik analisis data menggunakan teknik komparatif, teknik analisis isi dan pendekatan usul fikih.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mazhab Syafi'i berpendapat walinasab dalam suatu perkawinan merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi oleh mempelai wanita. Pendapat ini disandarkan pada Alquran, hadis dan adat istiadat masyarakat Arab. Sedangkan dalam mazhab Hanafi menyatakan bahwa wali nasab bukanlah merupakan syarat sahnya pernikahan, namun sebagai penyempurna suatu pernikahan. Dasar mazhab Hanafi dalam pendapat mereka ini disandarkan pada Alquran, hadis dan hukum akal. Sebab-sebab terjadinya perbedaan di antara kedua mazhab ini adalah, (a) perbedaan dalam memahami makna yang tersirat dalam Alquran maupun hadis; (b) perbedaan dalam memahami kosakata yang menjadi dasar dalam istinbāț hukum; (c) perbedaan pendapat dalam mengamalkan kaidah- kaidah usul fikih; (d) perbedaan dalam hal kedudukan serta eksistensi akal dan adat yang menjadi dasar istinbāț hukum Islam; dan (e) perbedaan kondisi daerah dan masyarakat pada masa kelahiran serta berkembangnya kedua mazhab. Hasil selanjutnya adalah kedudukan wali nasab di Indonesia sebenarnya telah diatur dalamUU No. 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2), (3) dan (4) yang menganggap tetap sah suatu perkawinan, walau tanpa wali nasab, apabila wanita telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun ke atas.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Uncontrolled Keywords: Wali Nasab
Subjects: TAJUK SUBJEK ISLAM > Fiqih > Hukum Perkawinan (Munakahat)
Divisions: Fakultas Syariah > Jurusan Syariah > Program Studi al-Akhwal al-Syakhshiyyah
Depositing User: puttry puttry ekaputri
Date Deposited: 02 Apr 2024 04:39
Last Modified: 02 Apr 2024 04:39
URI: http://digilib.iain-palangkaraya.ac.id/id/eprint/5447

Actions (login required)

View Item View Item